POHON INDIGO

Administrator 23 Juli 2019 12:49:46 WIB

Petir (Sida Samekta) -  Teknologi penggunaan zat pewarna buatan yang "canggih" dan "jitu" dibandingkan dengan teknologi zat pewarna alam nenek moyang kita dahulu, ternyata tidak kalah "canggih" dan "jitu" karena zat pewarna alami menghasilkan produk non karsinogen, ramah lingkungan yang menjadi bahan pertimbangan untuk mencari celah-celah mengatasi krisis moneter yang berkepanjangan (Patmasari, 1999). Pewarna alam mulai bergeser penggunaannya sejak tahun 1800-an, yaitu setelah ditemukannya cara sintesa pewarna secara kimiawi, seperti sintesa indigo pada tahun 1897. Keunggulan dari pewarna sintetis adalah harganya lebih murah karena dapat diproduksi secara masal dan memiliki sifat lebih tahan luntur.

Berkembangnya produksi indigo sintetis menyebabkan penggunaan indigo alam oleh industri tekstil menurun. Tahun 1914 konsumsi indigo alam di dunia hanya 4 %,bahkan dalam industri makanan sekarang ini 90% pewarna yang digunakan adalah pewarna sintetis.

Dewasa ini tuntutan pasar pada pewarna yang digunakan dalam industri makanan,minuman, kosmetika, tekstil dan kerajinan sangatlah terkait dengan keamanan konsumen dan keramahan lingkungan.

Berkaitan dengan hal itu Wakil Bupati Kabupaten Gunungkidul Sabtu (20/7) pagi menanam langsung pohon indigo di lahan pekarangan warga Desa Petir yang kebetulan berseberangan dengan tempat produksi batik kelompok Prita Lestari.  Setelah menanam pohon indigo Bapak DR. Immawan Wahyudi, MH mengunjungi hasil produksi batik. Hal ini diharapkan dapat membatu produksi batik sehingga tidak kesulitan lagi mencari pewarna alami.

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung