SECANGKIR KOPI HIDUPKU # 9

Administrator 27 September 2019 13:23:03 WIB

Rumah dinasku yang terbuat dari batako di dusun Bajur gelap gulita. Beberapa rumah dinas yang lain juga gelap. Seluruh komplek sepi seperti tak berpenghuni. Kuraba pintu rumahku dan tanganku berusaha menemukan lobang kunci agar bisa membukanya. Setelah pintu terbuka dan lampu kunyalakan, aku ingin segera tidur. Namun perut lapar dan hati yang gelisah membuatku tak bisa tidur. Dalam kesepian yang panjang malam itu, aku mengeluh pada Bapa di surga. “Bapa dalam kesepian ini aku merasa sendiri. Maka temanilah aku, ya Bapa, jangan biarkan aku merana dalam kesepian. Semoga dalam kesepian ini aku bisa menemukan Dikau dan merasakan kehadiranMu yang penuh kasih. Teguhkanlah hatiku agar mampu menghadapi kenyataan hidup yang berat ini dengan penuh harapan. Ya Bapa bimbinglah pikiran, perkataan dan perbuatanku agar mampu melakukan kebaikan dan kebenaran yang berguna bagi sesama dan berkenan di hadapanMu... Amin.”

Rasanya baru beberapa menit aku tertidur, ketika terdengar kokok ayam membangunkanku. Walaupun masih pagi-pagi buta, aku segera mengambil air ke sumur yang jaraknya agak jauh. Untuk bisa mendapatkan air di tempat tinggalku sangat sulit. Aku harus menimba dan mengangkutnya dengan cara memikul seperti kuli. Pekerjaan itu kulakukan selama lima tahun, namun aku tak mengeluh. Kujalankan tugasku sebagai pendidik dengan penuh dedikasi. Semangatku tak pernah padam karena setiap bangun tidur selalu kuawali dengan doa sebagai nutrisi rohani. Doa ini sampai melekat di benakku. “Ya Bapa, terima kasih atas perlindunganMu sepanjang malam tadi. Bimbinglah pikiran, perkataan dan perbuatanku sepanjang hari ini agar segala yang kulakukan bermanfaat bagi sesama dan berkenan di hadapanMu. Amin...”

Pagi itu aku berangkat ke sekolah lebih awal. Setelah berjalan kaki sekitar dua kilo meter, aku baru sampai di jalan raya. Beberapa cidomo (kereta berkuda) berderet memadati jalan di sekitar pasar Jelojok. Aku segera naik bersama tiga penumpang lain menuju Montong Gamang. Tepat di depan SMP Negeri 3 Kopang, aku turun. Suasana pagi itu masih sangat sepi. Belum ada satupun guru yang datang selain aku. Bahkan ruang guru juga belum dibuka oleh Pak Syukur penjaga sekolahku.

Beberapa saat aku harus berdiri menunggu di depan ruang guru. Tak lama kemudian beberapa siswa mulai berdatangan. Mereka berlari menghampiriku dan memberi salam dengan  mencium tangan penuh rasa hormat. Mereka sangat santun terhadap guru.

“Selamat pagi Pak Guru.”

“Selamat pagi. Semoga tetap semangat dan sukses.”

“Amin. Terima kasih Pak Guru.”

Walaupun banyak teman guru yang mengeluh bahwa minat belajar anak-anak rendah dan sulit menerima pelajaran, aku tak terpengaruh. Justru aku merasa lebih tertantang dan harus bisa membuat perubahan. Prinsipku sederhana yaitu melakukan hal-hal kecil dengan cinta dan semangat yang besar. Hasilnya pasti akan luar biasa.  Pelan-pelan aku mulai memahami karakter mereka. Setiap saat kutanamkan sugesti positif pada mereka.

Layaknya seorang motivator, aku berusaha memotivasi murid-muridku. Melihat penampilan mereka yang lugu dan sangat sederhana sebagai gambaran anak desa membuatku teringat kampung halaman. Kubayangkan nostalgia indah masa sekolah. Namun khayalanku terhenti karena mendengar salam dari teman guru yang cukup mengejutkan. Namun keterkejutanku bisa kusembunyikan di balik senyum ramahku yang khas.

“Selamat pagi Pak. Kapan pulang dari Jawa?”

“Tadi malam.”

“Untung dapat mobil.”

“Saya juga heran kenapa tadi malam  jalan raya sepi.”

“Tidak tahu kalau terjadi kerusuhan?”

“Kerusuhan apa?” tanyaku penasaran.

“Ada indikasi bernuansa sara. Semoga tidak meluas  dan cepat teratasi.”

“Bagaimana kejadiannya?” tanyaku mulai cemas karena kalau sudah menyangkut masalah suku, agama, ras dan konflik antar golongan sangat rawan.

“Beberapa rumah dirusak dan dibakar. Awalnya di Lombok Barat kemudian meluas sampai Kopang. Rumah ibadat dan balai pengobatan dekatnya Pak Sabas juga dirusak. Teman-teman non muslim sudah mengungsi.”

“Saya harus bagaimana ya?” aku tak bisa menyembunyikan perasaan cemas.

“Sebaiknya jangan di rumah dinas dulu. Yang lain sudah mengungsi ke Polres Praya kemarin.”

“Pantas sepi sekali. Tak satupun rumah dinas di Bajur yang buka.”

“Nanti tinggal di rumah saya saja. Sekarang yang penting mengamankan SK dan Ijazah.” Temanku menawarkan pertolongan. Aku masih bingung harus berbuat apa. Kehadiran teman-teman guru yang memberikan berbagai saran semakin membuatku panik. Mereka mengerumuni aku penuh kepedulian.  Aku terpaku diam beberapa saat. Kututup mata dan telinga dan berusaha mendengarkan suara hati. Tiba-tiba aku teringat keluargaku di Jawa. Seketika itu juga aku memutuskan untuk pulang. Bagaimanapun caranya aku harus bisa pulang.

Hari itu aku tak bisa mengajar. Aku mengikuti saran teman-teman guru untuk segera menyelamatkan diri. Walaupun penuh kecemasan, aku berusaha tetap tenang. Sebelum pulang aku masih sempat mengambil gaji bulan Januari 2000. Sebenarnya aku menunggu bapak Lalu Juanda, kepala sekolahku, untuk minta ijin tetapi hari itu beliau tidak hadir karena sakit.

Hari itu mobil umum tidak beroperasi karena situasi belum aman. Isu terjadinya kerusuhan masih terus berhembus sehingga membuat keadaan kian mencekam. Dalam kecemasanku tak henti-hentinya aku melambungkan doa mohon perlindungan Tuhan. Walaupun suasana batin kacau balau, jalan pikiranku tetap rasional. Kesempatan yang ada tidak kusia-siakan. Sebelum meninggalkan Lombok yang mengalami tragedi kemanusiaan 17-1-2000, aku hanya berpikir bagamana caranya menyelamatkan dokumen penting berupa SK dan Ijazah. Sebuah tas berwarna coklat berisi dokumen penting segera kuambil dari dalam almari. Di benakku hanya Pak Agung yang bisa kumintai tolong mengamankan dokumenku. Beliau orang Bali yang sangat disegani. Aku yakin di tangan beliau dokumen penting milikku pasti aman.

“Tolong selamatkan dokumen saya Pak. Hanya ini benda berharga yang harus kuselamatkan saat ini.”

“Percayalah disini pasti aman. Bagaimana ibu dan anak?”

“Masih di Jawa Pak.”

“Syukurlah, mereka pasti aman.”

“Maaf Pak, saya harus buru-buru. Terima kasih bantuannya.”

“Mau kemana?”

“Menyusul teman-teman ke Praya.”

“Disini saja. Tak ada mobil yang ke Praya.”

“Nanti kalau tidak ada mobil saya kembali kesini.”

“Hati-hati. Semoga dilindungi Tuhan.” Beliau mengantarku sampai di jalan depan BTN Kopang. Seolah tak rela melepasku, beliau berlari mengejarku.

“Jangan bawa barang yang mencurigakan.”

“Tidak bawa apa-apa Pak. Mohon doanya.”

“Ya. Saya doakan. Tak usah bawa KTP karena ada razia KTP dimana-mana.”

“Terima kasih diingatkan."

Setiap langkah yang kulakukan harus kupikirkan dengan matang.  Aku harus lebih waspada karena ternyata di depan rumah dinasku sudah diberi tanda anak panah disilang yang artinya target untuk dihancurkan. Menyadari bahwa bahaya sudah di depan mata, maka aku tidak berani mendekati rumah dinasku lagi. Cepat-cepat aku berlindung di rumah Pak Mursalim. Beliau penduduk asli Sasak yang sangat baik.

“Saya harus segera meninggalkan Bajur. Ini kunci rumah saya, tolong diselamatkan barang-barang saya jika memungkinkan.”

“Pak guru jangan pergi. Situasi belum aman.”

“Doakan saya selamat.” Kami berpelukan. Air mata kamipun berderai seolah akan berpisah untuk selamanya. Walau berat hati aku harus pergi.

Untuk bisa selamat sampai di pengungsian Polres Praya memerlukan perjuangan yang tidak mudah. Siasat para gerilyawan di jaman perjuangan melawan penjajah menjadi inspirasi bagiku. Aku menyamar seperti orang Sasak dan meninggalkan dusun Bajur melalui jalan alternatif. Aku berjalan diantara pematang sawah kering yang ditanami tembakau jenis virginia. Penduduk di daerah sekitar Lombok Tengah memang banyak yang menanam tembakau. Supaya mirip dengan penduduk asli maka penampilanku harus meyakinkan. Aku hanya mengenakan kaos oblong jelek dan mengenakan kereng (bahasa Sasak yang artinya sarung).

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung